Namanya cukup populer di kalangan lintas
agama di Amerika Serikat. Bukan hanya karena ia imam Masjid Al-Farah
yang hanya berjarak 12 blok dari gedung kembar World Trade Center (WTC)
yang lumat dalam tragedi bom 11 September 2001. Tapi, lebih karena ia
rajin menyambangi gereja dan sinagog untuk memberi ceramah tentang
Islam. Demikian pula, ia kerap tampil dalam siaran-siaran radio dan
televisi di Amerika untuk meluruskan salah persepsi dan pandangan bias
terhadap Islam.
Pada 1997, ia mendirikan ASMA (American Sufi Muslim Association)
Society, sebuah organisasi nirlaba bidang pendidikan dan kebudayaan
Islam. Lalu, setelah peristiwa 11 September, ia memimpin Cordoba
Initiative, sebuah gerakan lintas iman yang berusaha memperbaiki
hubungan Dunia Islam dan Amerika. Pria berdarah Mesir yang lahir di
Kuwait dan mulai tinggal di Amerika sejak usia 17 tahun ini juga
tercatat sebagai pengurus One Voice, sebuah kelompok yang bertujuan
membangun perdamaian antara bangsa Israel dan Palestina.
Belum lama ini, karyanya yang berjudul What's Rights with Islam: A New
Vision for Muslim and The West diterbitkan dalam edisi Indonesia oleh
penerbit Mizan. Ia melontarkan semacam pendekatan baru untuk membangun
saling pengertian di antara umat beragama. Wartawan Gatra Erwin Y.
Salim, Basfin Siregar, dan fotografer Tresna Nurani berkesempatan
mewawancarai Imam yang bicaranya sangat halus ini. Berikut petikannya:
Berapa jamaah masjid Anda?
Sekitar 400 orang tiap salat Jumat. Tapi, karena masjid kami kecil,
kami melakukan dua kali salat Jumat. Ini mulai kami lakukan sejak dua
tahun lalu karena jamaah makin banyak. Salat Jumat pertama mulai pukul
13.00 siang, selesai 13.40. Setelah itu mulai shift kedua dari pukul
13.40 sampai katakanlah 14.30. Khotbah pertama biasanya singkat, 10-15
menit, sedangkan yang kedua sampai setengah jam. Saya biasanya
berkhotbah di shift kedua.
Bagaimana kondisi muslim di Amerika pada awal tinggal di sana?
Waktu itu komunitas muslim di Amerika sangat sedikit. Mungkin hanya
beberapa ratus ribu. Tapi sekarang muslim Amerika diperkirakan lebih
dari 7 juta orang. Islam sekarang menjadi agama yang paling berkembang
di Amerika. Waktu itu tidak banyak orang Amerika yang percaya pada
agama. Tapi sekarang mereka kembali ke agama. Mereka sekarang lebih
serius memandang agama.
Anda pernah merasakan sikap curiga Barat?
Terkadang, ya. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, orang berubah.
Generasi muda di Amerika saat ini tidak memiliki sikap seperti
pendahulu mereka. Para kakek mereka melihat orang muslim secara
berbeda. Tapi generasi muda tidak. Memang benar orang Barat melihat
kami dengan pandangan berbeda. Tapi sekarang sudah berubah. Saya pernah
memberi kuliah di Texas dan bertemu dengan remaja Amerika Latin yang
bercerita bahwa kawan baiknya adalah remaja Pakistan dan ia sering
mendengar tentang Islam dari keluarga itu.
Apakah banyak orang Amerika menganggap Islam teroris?
Setelah tragedi WTC, tentu ada ketakutan terhadap terorisme. Memang
masih ada yang menganggap muslim sebagai teroris. Tapi ada juga yang
tidak. Salah satu tugas kami adalah menjelaskan bahwa kami bukan cuma
teroris, tapi juga menjelaskan mengapa itu terjadi. Dalam ceramah saya
di hadapan anggota Kongres dan Senat, saya bilang, banyak umat Islam
marah kepada Amerika karena politik luar negerinya.
Karena itu, Amerika harus mengubah politik luar negerinya. Amerika
tidak memperlakukan dunia Islam secara benar. Ini adalah hal mendasar.
Konflik ini bukan karena karena agama. Ini karena hal-hal lain seperti
ekonomi dan sebagainya. Sekarang makin banyak anggota Kongres yang
tidak menyukai pemerintahan Bush. Mereka ingin Pemerintah Amerika
bersikap lebih baik terhadap dunia Islam. Mereka menginginkan dialog.
Jadi, apa sebenarnya akar konflik Barat-Islam?
Konflik Barat-Islam dipicu oleh tiga isu. Pertama isu politik, yakni
Palestina, Irak, dan Afganistan. Yang terbaru Iran. Kedua adalah
bagaimana media Barat menggambarkan Islam. Mereka lebih banyak
menuliskan berita yang pro-Israel. Ketiga adalah perbedaan perilaku. Di
Barat, orang percaya pada pemisahan antara gereja dan politik. Tapi,
muslim tidak menyukai pemisahan itu. Muslim percaya bahwa negara harus
mencerminkan nilai-nilai Islami.
Bagaimana Anda menjembatani kesenjangan tiga area tersebut?
Saya memimpin sebuah lembaga bernama Cordoba Initiative yang bertujuan
memperbaiki hubungan Amerika dengan dunia Islam. Salah satu proyek kami
adalah mengajak cendekiawan muslim untuk merumuskan ijmak modern,
terutama dari para fuqaha (ahli hukum), tentang apakah ada negara Islam.
Apa itu negara Islam dan bagaimana kita mendefinisikannya. Kami
percaya, soal ada tidaknya negara Islam bisa didefinisikan secara
operasional. Di Indonesia, misalnya, kami mengajak Syafii Maarif untuk
terlibat ijmak negara Islam ini.
Apa yang paling mengganggu Anda tentang umat Islam?
Banyak. Satu hal adalah muslim memfokuskan pada ibadat -dan itu baik—
tapi mereka tidak seimbang dengan fokus pada muamalat. Mualamat itu
antara lain bersikap baik pada orang lain, jujur dalam transaksi
bisnis, tidak menipu, tidak korup. Itu semua adalah mualamat. Kalau
Anda lihat dunia muslim saat ini, hal itu agak kurang. Itu juga
sebabnya muncul gerakan politik di kalangan muslim.
Yang kedua, kita terlalu fokus pada islam, bukan pada iman. Padahal,
kalau Anda lihat Al-Quran, tidak sekali pun Allah berfirman wahai
orang-orang yang berislam. Selalu wahai orang yang beriman. Ini
seakan-akan fokusnya adalah pada iman, pada hati. Kalau Anda perhatikan
bahasanya, yang disebut pengikut sejati Rasul adalah al-mukminun,
bukan al-muslimun. Muslim belum tentu mukmin. Kita masih berusaha agar
menjadi mukmin. Dan saya merasa bahwa kita telah melupakan hal ini,
kita mereduksi iman menjadi sekadar Islam. Itulah yang memprihatinkan
saya.
Berkaitan dengan kelompok esktrem, apa yang Anda lakukan?
Saya berusaha mencari tujuannya. Saya percaya tiap orang menginginkan
keadilan. Hal terpenting dalam hukum Islam adalah adallah, keadilan.
Jadi, kalau dia mencari keadilan, bagaimana cara terbaik untuk
mencapainya? Apakah mencari keadilan dengan main hakim sendiri, atau
berusaha mengubah hukum? Orang menjadi radikal karena mereka frustasi
dan tidak tahu bagaimana mengubah keadaan tanpa kekerasan.
Pandangan Anda tentang terorisme?
Apa itu terorisme? Seorang sejarawan militer Amerika mendefinisikan
terorisme sebagai penggunaan orang sipil untuk tujuan politik. Itulah
terorisme. Amerika memberlakukan sanksi terhadap Irak setelah Perang
Teluk. Ketika Anda menghukum Saddam Hussein dengan menerapkan sanksi
ekonomi, Anda menghukum rakyatnya.
Sanksi itu menyebabkan depresi ekonomi. Orang-orang yang terkena dampak
sanksi ini bukanlah Saddam Hussein atau orang-orang kaya, melainkan
kelas menengah dan bawah. Kelas menengah jadi miskin, sedang kelas
bawah kelaparan, tidak bisa berobat, hingga akhirnya meninggal. PBB
mencatat, 1 juta warga sipil Irak meninggal akibat sanksi ekonomi sejak
1992. Inilah yang menyebabkan kemarahan dan akhirnya menimbulkan
terorisme terhadap Amerika.
Banyak orang Barat menggunakan istilah Islamist untuk menyebut teroris...
Saya benci kata itu. Kata yang digunakan untuk menggambarkan terorisme
itu justru melahirkan kenyataan. Ketika Anda menggunakan istilah
teroris Islam, Anda melahirkan kenyataan itu. Ini juga alasannya
mengapa saya menolak Islamisasi. Karena ketika Anda mulai
memperkenalkan perbankan islam, secara otomatis ada juga istilah
terorisme Islam. Kalangan muslim tradisional tidak menggunakan kata
itu. Saya jadi ingat teman saya, orang Malaysia, yang suka makan nasi
padang. Dia datang ke padang dan mencari nasi padang, tentu tidak ada,
karena semua nasi di sana adalah nasi padang. Jadi, ketika kita
menggunakan terminologi Islamic, kita menggunakan sudut pandang
nonmuslim.
Para teroris memandang bom bunuh diri sebagai jihad. Komentar Anda?
Ada dua jenis jihad. Jihad pertama adalah berperang, jihad kedua adalah
melawan hawa nafsu. Nabi berperang hanya bila perlu dan tidak membunuh
orang yang tidak bersalah. Tujuan Nabi bukanlah untuk membunuh
seseorang, melainkan mengubah seseorang. Tidak ada otoritas apa pun,
baik dalam Al-Quran maupun sunah, yang membolehkan membunuh orang tidak
bersalah.
Nabi juga tidak pernah menyetujui bunuh diri, dalam kondisi apa pun.
Ada kisah tentang seseorang yang ikut berperang di sisi Nabi, lalu ia
terluka hingga sekarat. Karena tidak tahan sakitnya, ia lalu bunuh
diri. Nabi bilang, orang itu akan masuk neraka.
Ini memang isu sensitif. Dalam soal ini, para ahli hukum memang berbeda
pendapat. Ada yang mengatakan boleh, tapi mayoritas tidak sependapat.
Saya termasuk pihak yang tidak boleh. Saya tidak menemukan dalil dalam
Al-Quran maupun hadist yang membolehkan kita membunuh orang tidak
bersalah.
Pendapat Anda tentang Islam Indonesia?
Indonesia adalah negara yang sangat penting dan juga populer di
Amerika. Indonesia adalah negara muslim terbesar. Karena terbesar, Anda
punya beragam tipe muslim. Anda punya pergerakan Islam di sini. Anda
punya banyak lembaga pendidikan pesantren, bahkan pernah punya presiden
dari kalangan pesantren. Temperamen muslim di Indonesia pun relatif
menyejukkan. Saya pikir Indonesia akan memainkan perang penting.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar