Kamis, 07 Juni 2012

PENGUSAHA WARTEG TOLAK KEBIJAKAN WAJIB PAJAK

 Sejumlah pengusaha warung tegal (warteg) dan rumah makan lainnya menolak kebijakan wajib pajak 10% yang akan diberlakukan Pemda DKI Jakarta mulai 1 Januari 2011. Pasalnya, pemberlakuan pajak tersebut bakal berdampak negatif bagi usaha mereka.
"Saya menolak kebijakan pemerintah mengeluarkan aturan pajak penghasilan sebesar 10% yang diberlakukan Pemda DKI Jakarta, karena sangat merugikan usaha kami. Kami orang kecil dan jika harus bayar 10% pajak, dikhawatirkan usaha kami merugi," kata Yuni, pemilik Warteg Barokah, di Jakarta Timur, Jumat (3/12).

Dia menjelaskan, jika pemerintah memberlakukan wajib pajak bagi warteg atau rumah makan lainnya, pihaknya akan menaikkan harga jual makanan hingga 10%, sesuai niat kebijakan Pemda DKI Jakarta untuk membayar pajak 10%. "Mau tidak mau kami terpaksa menaikkan harga makanan, saya sedikit khawatir karena pelanggannya akan sepi," lanjutnya.

Hal senada diungkapkan, Sumiati, pengelola warteg Setia di Jakarta. "Saya tidak setuju dengan kebijakan Pemda DKI Jakarta, karena jika terealisasikan mau tidak mau saya menaikkan harga makanan 10% juga, dan dikhawatirkan para pelanggan menjadi sepi, karena harganya mahal," katanya.

Para pedagang warteg berharap kepada Pemda DKI Jakarta tidak memberlakukan aturan tersebut secara sepihak dan memikirkannya dampak yang akan dirasakan para pengusaha warteg dan rumah makan, karena berdampak negatif bagi usahanya.

Sementara itu, Kepala Bidang Peraturan dan Penyuluhan Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta, Arif Susilo, beberapa hari lalu, mengatakan, pemberlakuan pajak warteg atau rumah makan sebesar 10% itu karena jenis usaha ini dinilai sudah masuk dalam prasyarat objek pajak yang diatur dalam Undang-Undang No 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Dia menjelaskan, yang termasuk dalam kategori wajib pajak adalah usaha penyedia makanan dan minuman yang memiliki penghasilan Rp60 juta/tahun, atau sekitar RP5 juta/bulan, atau sekitar Rp167 ribu/hari, dan pajak ini diberlakukan bagi pemilik warteg, rumah makan padang, dan sejenisnya.

Secara terpisah, Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengimbau masyarakat tidak khawatir dengan adanya wacana pengenaan pajak untuk warteg. Pasalnya, jika pendapatan warteg tidak mencapai Rp 60 juta per tahun, maka tidak akan kena pajak.

Hatta menjelaskan, pajak itu dikenakan untuk segala usaha yang mendatangkan nilai tambah dan pendapatannya mencapai pendapatan kena pajak. Jadi, untuk warteg atau usaha apapun yang belum mencapai pendapatan kena pajak, dipastikan tidak akan kena pajak. "Bukan sesuatu yang kita risaukan, kecuali kalau pendapatannya sudah capai pendapatan kena pajak," jelasnya. (ant/dtf )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar